Waldorf Education: A Brief Introduction

Maret 20, 2016 Unknown 0 Comments


Ruang riung kali ini dimulai dengan meditasi ringan dan menyanyikan lagu banaha. BANAHA? sounds like banana for me :). Banaha merupakan lagu yang disenandungkan oleh para tentara Kongo untuk melepas lelah dan memberi semangat. Lagu ini mulai dikenal dunia setelah paduan suara yang dipimpin oleh Father Guido Haazentried, a belgian priest, menyanyikannya di International fair di Brussel.
Si sisi si, dolada,Yaku sine ladu banaha.
Si sisi si, dolada, Si sisi si, dolada,
Yaku sine ladu banaha. Yaku sine ladu banaha.
Banaha, banaha, Banaha, banaha,
Yaku sine ladu banaha. Yaku sine ladu banaha.
Banaha, banaha, Banaha, banaha, 
Yaku sine ladu banaha. 
Yaku sine ladu banaha.
Ha, banaha, Yaku sine ladu banaha.Ha, banaha, Yaku sine ladu banaha.Ha, banaha, Yaku sine ladu banaha.Ha, banaha, Yaku sine ladu banaha.
Ternyata bernyanyi juga butuh konsentrasi, sesederhana apapun lagunya.



Kegiatan Ngariung #4: A Brief Introduction
#para pegiat bernyanyi dengan sungguh-sunguh namun tetap saja fals dan tidak sesuai pembagian suaranya :)

Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan dimulainya pertanyaan: Pernahkah terfikir mengapa bayi yang lahir dalam keadaan baik, tumbuh menjadi seorang Hitler? Jujur, kalau saya hanya sampai mempertanyakannya tanpa menggalinya. Kalaupun dijawab, dengan asbun saya akan menjawab karena beragama. Tapi apakah benar?

Mr. Rudolf Steiner (1861-1925) mempertanyakan hal yang sama dan menggalinya lebih dalam. Apa yang membentuk manusia? Siapakah Mr. Steiner?. Mr. Steiner adalah scientist keturunan german - austria yang tidak hanya menggeluti bidang science untuk memenuhi rasa keingintahuannya akan hal yang ia alami sebagai indigo. Belum puas, Steiner mempelajari filosofi hingga bergabung dalam komunitas Theosophy, namun Steiner masih belum mendapatkan yang ia cari. Setelah kemudian mencari lebih dalam, bertemu dengan hasil karya Goethe dan pada tahun 1897 Steiner menuliskan kembali pemikiran Goethe tentang natural scientific dalam karyanya yang berjudul "a theory of knowledge implicit in Goethe's world-conception". Steiner juga aktif dalam menuturkan pemikirannya dalam bentuk seni drama selain itu, Steiner juga aktif dalam kegiatan belajar mengajar (menjadi guru private dan dosen). Akhirnya pada tahun  1910, Steiner menemukan Anthrophosophy dan pada tahun 1912/1913 Steiner berpisah dengan kelompok Theosophy dan membentuk kelompok Anthroposophy. 

Anthroposophy is a path of knowledge aiming to guide the spiritual element in the human being to the spiritual in the universe.” R.Steiner.

Anthroposhophy berasal dari kata wisdom dan human being, secara pengertian bahasa artinya wisdom of the human being atau dengan bahasa saat ini awarness of one's humanity. Core dari anthroposophy adalah philosophy of freedom. Steiner menuturkan bahwa manusia terdiri atas 4 lapisan: body, etheric (jiwa), astral (ruh) dan I/ego.
  • Body: fisik
  • Etheric: manifestasi dari ruh yang mempengaruhi tindakan (fisik) seseorang
  • Astral: manifestasi dari jiwa seseorang yang outputnya mempengaruhi aspek emosi
  • Ego/I : self consiousness (level tertinggi)

Berdasarkan pengertian diatas, hanya manusia lah yang memiliki ke empat lapisan, hewan hanya body, etheric dan astral sedangkan tumbuhan hanya terdiri atas body dan etheric. 

Lalu Steiner diminta oleh Emil Molt, CEO dari the Waldorf-Astoria sebuah pabrik rokok untuk membantu memecahkan masalah yang ada di pabriknya: kinerja pekerja pabrik memburuk, karena mereka memikirkan anak-anaknya yang tak bersekolah akibat perang dunia pertama (infrastruktur pendidikan rusak dan kehilangan guru). Molt berfikir pembuatan sekolah adalah solusinya, oleh karena itu lah Molt menggandeng Steiner untuk mengajar di pabrik nya. Ada beberapa persyaratan yang diajukan oleh Steiner kepada Molt:

  1. co-educational: tidak ada pemisahan kelas per gender, laki-laki dan perempuan berhak untuk mendapatkan pendidikan 
  2. tidak boleh mengintervensi kurikulum baik dari Molt ataupun pemerintah
  3. pendidikan akan teritegrasi selama 12 tahun
  4. inclusive education: tidak membedakan dari aspek ekonomi, ras, budaya, kekurangan fisik, mental dsb

Dan, setelah Molt menyetujui, berlangsunglah kegiatan belajar mengajar di pabrik rokok tersebut dengan orang tua sebagai fasilitator pendidikan. Orang tua berperan aktif dalam memfasilitasi pembelajaran anak, mulai dari penyediaan perlengkapan kelas dan belajar yang dibuat bersama hingga belajar keterampilan dasar. Karena pada dasarnya semua manusia dapat mendidik anak-anaknya. Dari pabrik ini lah asal berdirinya Waldorf Education.

Waldorf education dilandasai dengan philosophy of freedom, memfasilitasi anak untuk berkembang, bukan untuk dipertanyakan atas apa yang anak lakukan sehingga tidak membuat anak seperti robot, atau tumbuh sesuai dengan template yang telah dibuat oleh para pendidik dan orang tuanya. Dalam hal ini diharapkan mental age anak berkembang sesuai dengan physical age. Tujuan dari Waldorf education adalah memfasilitasi anak untuk mengartikan diri dan dunia tempat ia tinggal secara independen. Pendidik, guru dan orang tua, bertugas untuk menurunkan value kepada anak.

Lalu bagaimana Steiner memfasilitasi anak dalam berkembang? Steiner membagi perkembangan anak kedalam tiga fase: anak-anak (0-7 tahun), remaja (7-14 tahun) dan dewasa muda (14-21). Apa yang dilakukan dimasing-masing fase perkembangan? Tunggu tulisan selanjutnyaaaaaaaaaaaa!

See ya!

#B


Mungkin Kamu Menyukai Lainnya

0 comments: