Perkembangan Anak 0-7 Tahun ala Pendidikan Waldorf
Pemateri: Teh Agie
Resume oleh: Fauzan
A.
Pendahuluan
Ngariung Nirwasita
pada hari Minggu, 15 Mei 2016 lalu, membahas mengenai tahapan perkembangan anak
mulai dari lahir hingga berusia 7 tahun. Tujuan dari mempelajari hal tersebut adalah
untuk membantu anak mengeksplorasi potensi yang ada pada diri mereka.
B.
Tujuan
Pendidikan Waldorf
Jika ada cabang baru
dalam seni, pendidikan Waldorf merupakan salah satu cabang seni tersebut. Hal
ini karena Waldorf merupakan seni memanusiakan manusia sejak usia dini.
Pendidikan ini memberikan pengetahuan tentang perkembangan anak, mengamati
anak-anak sebagai individu yang unik, memahami peran orang dewasa dalam
perkembangan anak, juga bagaimana cara mengatasi kekacau-balauan (chaos) yang
mungkin timbul ketika anak berkembang.
C.
Tahapan
Perkembangan Anak
Dalam pendidikan
Waldorf yang digagas oleh Rudolf Steiner, perkembangan anak dibagi menjadi 3
tahap, yaitu:
- 0 sampai 2,5 tahun,
- 2,5 tahun sampai 5 tahun, dan
- 5 sampai 7 tahun
Mari kita mengupasnya
satu per satu.
1.
Tahap 0
sampai 2,5 tahun
Pada
usia ini, anak-anak anak-anak sudah memiliki keinginan, kemampuan untuk meniru
(mengimitasi), mempelajari gesture/tingkah orang dewasa, berbuat baik, juga bersyukur.
Semua indra yang berjumlah 12 [lihat Gambar 1] pada anak, sudah mulai berjalan.
Pada
usia ini, biasanya anak-anak dipaksa orang dewasa untuk menggunakan fisik.
Seperti menggunakan alat bantu jalan (baby walker) dan lain sebagainya.
Padahal, belum tentu fisiknya kuat, karena perkembangan fisik anak
berbeda-beda. Teh Agie menekankan bahwa anak-anak akan siap melakukan aktivitas
fisik ketika tubuhnya sudah siap.
Tiga
hal yang dipelajari anak pada usia ini adalah berjalan, berbicara, dan
berpikir.
2.
Tahap 2,5
sampai 5 tahun
Imajinasi
anak akan berkembang melalui ruang, waktu, dan ritme aktivitas hidupnya pada
usia ini.
Kita
dapat membagi ritme anak menjadi ritme harian, mingguan, bulanan, atau tahunan.
Ritme harian misalnya jam berapa anak akan makan atau tidur. Mingguan misalnya
bertamasya di akhir pekan, bulanan dan tahunan misalnya waktu untuk mudik.
Dengan ritme yang teratur, anak-anak akan merasa aman karena sudah terbiasa. Anak-anak
atau manusia pada umumnya memerlukan ‘rasa aman’ agar dapat mengeluarkan
kemampuan khusus yang mereka miliki.
Dalam
dimensi ruang, anak-anak perlu dibebaskan berimajinasi dengan memberikan obyek
mainan yang natural. Hal ini dimaksudkan agar imajinasi anak dapat berkembang
tanpa terkekang obyek tertentu seperti mainan yang memiliki bentuk (misal iron
man, doraemon, dsb).
Pada
usia ini, anak-anak mempelajari bagaimana berbicara, merasakan, mencintai, mengagumi
keindahan, dan juga hadirnya otoritas.
3.
Tahap 5
sampai 7 tahun
Usia
ini juga dikenal dengan masa transisi pada anak. Mereka sudah mulai mencari
bimbingan (guidance) dari orang di sekitarnya.
Orang
dewasa sudah dapat berbicara mengenai hal-hal yang seharusnya maupun yang tidak
boleh dilakukan anak-anak. Tentu, sesuai dengan prinsip Waldorf, proses
memberitahu hal-hal tersebut melalui cara otoritas secara tidak langsung
(indirect authority). Misalnya, anak-anak diberikan contoh peristiwa yang
mereka hadapi dengan kiasan-kiasan. Seperti menggunakan dongeng hewan misalnya.
Pada
usia ini, anak-anak mulai mendengarkan secara bertahap. Mereka akan
membayangkannya sedikit demi sedikit, maka tidak aneh apabila kita seringkali
menjumpai anak-anak bertanya hal yang berulang-ulang di tahap perkembangan ini.
Orang
dewasa sudah dapat memberikan keseimbangan antara fasilitas dan tanggung jawab
pada anak. Tentu, sesuai dengan kemampuan mereka.
Pada
tahapan ini, anak-anak dapat difasilitasi oleh orang dewasa untuk berpikir,
tidak ketergantungan (independen), dapat memberikan pertimbangan, memberikan
gagasan, mengetahui kebenaran, dan juga tanggung jawab.
D.
Penutup
Sekian
& mohon dikoreksi.
0 comments: