Perkembangan Anak 0-7 Tahun ala Pendidikan Waldorf

Oktober 24, 2016 Unknown 0 Comments

Pemateri: Teh Agie
Resume oleh: Fauzan

A.      Pendahuluan
Ngariung Nirwasita pada hari Minggu, 15 Mei 2016 lalu, membahas mengenai tahapan perkembangan anak mulai dari lahir hingga berusia 7 tahun. Tujuan dari mempelajari hal tersebut adalah untuk membantu anak mengeksplorasi potensi yang ada pada diri mereka.

B.      Tujuan Pendidikan Waldorf
Jika ada cabang baru dalam seni, pendidikan Waldorf merupakan salah satu cabang seni tersebut. Hal ini karena Waldorf merupakan seni memanusiakan manusia sejak usia dini. Pendidikan ini memberikan pengetahuan tentang perkembangan anak, mengamati anak-anak sebagai individu yang unik, memahami peran orang dewasa dalam perkembangan anak, juga bagaimana cara mengatasi kekacau-balauan (chaos) yang mungkin timbul ketika anak berkembang.
C.      Tahapan Perkembangan Anak
Dalam pendidikan Waldorf yang digagas oleh Rudolf Steiner, perkembangan anak dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
  • 0 sampai 2,5 tahun,
  • 2,5 tahun sampai 5 tahun, dan
  • 5 sampai 7 tahun


Mari kita mengupasnya satu per satu.

1.       Tahap 0 sampai 2,5 tahun
Pada usia ini, anak-anak anak-anak sudah memiliki keinginan, kemampuan untuk meniru (mengimitasi), mempelajari gesture/tingkah orang dewasa, berbuat baik, juga bersyukur. Semua indra yang berjumlah 12 [lihat Gambar 1] pada anak, sudah mulai berjalan.



Pada usia ini, biasanya anak-anak dipaksa orang dewasa untuk menggunakan fisik. Seperti menggunakan alat bantu jalan (baby walker) dan lain sebagainya. Padahal, belum tentu fisiknya kuat, karena perkembangan fisik anak berbeda-beda. Teh Agie menekankan bahwa anak-anak akan siap melakukan aktivitas fisik ketika tubuhnya sudah siap.

Tiga hal yang dipelajari anak pada usia ini adalah berjalan, berbicara, dan berpikir.

2.       Tahap 2,5 sampai 5 tahun
Imajinasi anak akan berkembang melalui ruang, waktu, dan ritme aktivitas hidupnya pada usia ini.
Kita dapat membagi ritme anak menjadi ritme harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Ritme harian misalnya jam berapa anak akan makan atau tidur. Mingguan misalnya bertamasya di akhir pekan, bulanan dan tahunan misalnya waktu untuk mudik. Dengan ritme yang teratur, anak-anak akan merasa aman karena sudah terbiasa. Anak-anak atau manusia pada umumnya memerlukan ‘rasa aman’ agar dapat mengeluarkan kemampuan khusus yang mereka miliki.

Dalam dimensi ruang, anak-anak perlu dibebaskan berimajinasi dengan memberikan obyek mainan yang natural. Hal ini dimaksudkan agar imajinasi anak dapat berkembang tanpa terkekang obyek tertentu seperti mainan yang memiliki bentuk (misal iron man, doraemon, dsb).

Pada usia ini, anak-anak mempelajari bagaimana berbicara, merasakan, mencintai, mengagumi keindahan, dan juga hadirnya otoritas.

3.       Tahap 5 sampai 7 tahun
Usia ini juga dikenal dengan masa transisi pada anak. Mereka sudah mulai mencari bimbingan (guidance) dari orang di sekitarnya.

Orang dewasa sudah dapat berbicara mengenai hal-hal yang seharusnya maupun yang tidak boleh dilakukan anak-anak. Tentu, sesuai dengan prinsip Waldorf, proses memberitahu hal-hal tersebut melalui cara otoritas secara tidak langsung (indirect authority). Misalnya, anak-anak diberikan contoh peristiwa yang mereka hadapi dengan kiasan-kiasan. Seperti menggunakan dongeng hewan misalnya.

Pada usia ini, anak-anak mulai mendengarkan secara bertahap. Mereka akan membayangkannya sedikit demi sedikit, maka tidak aneh apabila kita seringkali menjumpai anak-anak bertanya hal yang berulang-ulang di tahap perkembangan ini.

Orang dewasa sudah dapat memberikan keseimbangan antara fasilitas dan tanggung jawab pada anak. Tentu, sesuai dengan kemampuan mereka.

Pada tahapan ini, anak-anak dapat difasilitasi oleh orang dewasa untuk berpikir, tidak ketergantungan (independen), dapat memberikan pertimbangan, memberikan gagasan, mengetahui kebenaran, dan juga tanggung jawab.

D.      Penutup
Ringkasan tahapan perkembangan anak dapat dilihat pada Gambar 2.



Sekian & mohon dikoreksi. 

Mungkin Kamu Menyukai Lainnya

0 comments: