Apa Sih Pemasaran Itu? Yuk Kenali Supaya Lebih Bijak dalam Berbelanja

Desember 07, 2016 Unknown 0 Comments

Oleh Lukman Hardy
Praktisi Pemasaran Online

Apa itu pemasaran?
Secara sederhana pemasaran adalah upaya mengkomunikasikan suatu produk/jasa dengan tujuan terjadinya jual beli.
Kalau membaca deskripsi di atas berarti bisa disimpulkan hanya memasang lapak di suatu tempat untuk berjualan berarti sudah termasuk dalam kegiatan pemasaran.

Kalau ditelusuri kapan pemasaran lahir
Saya sendiri menyimpulkan pemasaran lahir semenjak ada barter. Dimana kegiatan pemasaran masih berlandaskan kebutuhan masing-masing pihak. Pada masa itu memang tidak diperlukan adanya strategi pemasaran karena orang "menjual" apa yg tidak dibutuhkan, dan orang "membeli" apa yang dibutuhkan. Jadi, semua berlandaskan kebutuhan.

Pemasaran mulai berubah ketika ditemukan mesin cetak pada tahun 1450. Dimana sebuah barang atau jasa sudah bisa dikomunikasikan secara masal oleh para pelaku usaha.
Pemasaran terus berkembang, hingga mulai muncul persaingan antar bidang usaha sejenis dalam mengkomunikasikan barang atau jasanya. Demi memenangkan pasar, mulailah dilakukan berbagai riset dan studi terkait promosi. lahirlah istilah strategi pemasaran

Lalu, bagaimana perkembangan riset dan studi terkait promosi di era modern ini?

Pertama tidak bisa kita pungkiri sekarang kita sudah memasuki zamannya banjir inovasi (terutama di bidang IT yang paling kelihatan).
Berangkat dari kebutuhan memperkenalkan sekaligus menjual produk baru itulah muncul berbagai taktik bagaimana promosi membuat tidak butuh jadi merasa butuh?

Misalkan sekarang saya tanya nih ke teman2.
Biasanya membeli sesuatu karena apa? Biasanya sebagian besar menjawab needs dan wants

dua hal itu adalah yg menjadi sasaran tukang promosi sebelum era inovasi dan menjadi pemikiran banyak orang hingga sekarang. Padahal, pada era inovasi sekarang yg menjadi sasaran tukang promosi adalah Fear dan Desire

Apa maksudnya? Para tukang promosi ini biasanya tidak langsung mengkomunikasikan fungsi dari produk (karena ini sama saja menyerang "needs dan wants") Mereka cenderung memunculkan dulu rasa takut (yang sebelumnya tidak disadari atau bisa jadi sebelumnya tidak perlu ditakutkan) atau hasrat yang dimiliki namun tak bisa diungkapkan (bagaimana membedakan desire dan wants? Sederhana... Wants cenderung jangka pendek, seperti ingin makan, ingin baju, ingin ini, ingin itu... Sementara Desire jangka panjang yang bahkan bisa jadi mustahil untuk dicapai, seperti ingin didekati banyak wanita (tahu nggak ini desire yg dipakai produk apa? hehehe)).

Mari kita ambil contoh untuk fear.
Masih ingat dengan roll on ketiak? Dulu roll on itu nggak laku karena pada dasarnya nggak ada yang butuh (Secara untuk menghilangkan bau kita bisa dengan mandi atau pakai parfum... nggak perlu roll on). Kemudian dibuatlah promosi yang diawali dengan ketakutan "orang itu ilfill sama orang yang bau ketek." berangkat dari doktrin itulah orang-orang jadi berpikir "wah aku butuh nih roll on ketiak." (Nah teman2 bisa share pengalamannya pernah terpapar iklan apa yang menyangkut fear?)
Silahkan tonton kembali


Lalu bagaimana untuk desire?
Teman-teman pernah nonton iklan rokok kan? Inilah yang menarik. Indonesia melarang iklan rokok ada adegan merokok. Hal ini justru memacu para pengiklan mengemas iklan rokok menjadi image yang kuat di benak audience melalui desire.
Coba teman2 amati, tiap merk rokok memiliki desire-nya masing2. Ada W*smilak dengan image orang sukses ber-jas dan Dj*rum dengan image orang yang bebas berpetualang. Sekarang tidak heran kan? Industri rokok terus berjaya dengan segala aturan dari pemerintah... hehehehe.
coba tebak ini desire-nya apa?


Tapi kembali ke tujuan pemasaran... Yaitu konversi...
Dengan kata lain upaya membuat "tidak butuh menjadi butuh" saja tidaklah cukup.

Muncullah berbagai strategi untuk memancing konversi.
Kalau disederhanakan taktik untuk memancing konversi ini adalah memunculkan perasaan rugi kalau nggak beli di dalam hati target pasarnya. Nah supaya teman-teman tahu... berikut ini beberapa taktik umum yang dipakai dan bagaimana cara saya menanggapinya supaya tidak konsumtif.

1. Scarcity - memberi batasan penawaran supaya kita takut jika tidak membeli segera, misal diskon untuk 100 pembeli pertama atau promo berlaku sampai tanggal tertentu. Ini berfungsi supaya ketika orang membaca, Ia langsung merasa rugi jika tidak membeli saat itu juga... (Untuk menanggapi ini memang perlu akal jernih. Harus dipertimbangkan landasan kebutuhannya dalam berbelanja dan disesuaikan dengan kondisi finansial.)

2. Bonus - memberi bonus dalam pembelian suatu produk, misal beli makanan dapat mainan (tahu nggak ini strategi siapa? hehehe). Beli sabun cuci dapat gelas cantik. Tadinya mau beli sabun A... gara2 sabun B dapat gelas... jadi beli sabun B, padahal kualitas jauh berbeda... Bahkan tak jarang ada orang membeli karena ingin bonusnya... Bukan produk utama yang ditawarkan. (Saya menanggapi hal ini selalu kembali ke tujuan utama berbelanja... Yaitu produk utamanya... Jika memang butuh, maka bonus itu hanya sebagai tambahan saja. Pengalaman pribadi, segala sesuatu yang bersifat bonus pada dasarnya bukan sesuatu yang kita butuhkan... Ujung2nya hanya jadi sesuatu yang mubadzir tidak terpakai.)
3. Bundling - mengajak orang membeli produk tambahan dengan iming-iming lebih hemat, misal beli gelas dan piring diskon sekian persen. Padahal tadinya niat beli gelas... jadi weh beli piring juga... (Saya sih kembali ke kebutuhan berbelanjanya... Misal piring 500, gelas 500, piring + gelas jadi 750. Padahal saya hanya membutuhkan piring, jika saya membeli paket piring gelas berarti saya membelanjakan uang saya 750 (bukan berhemat 250). Sementara kalau saya beli piring yang memang jadi kebutuhan, maka saya berhasil menyimpan uang 250 yg bisa saya gunakan untuk keperluan lain yang lebih penting.)
4. Volume - coba teman-teman amati produk dengan kemasan lebih besar selalu dijual dengan harga lebih murah. Tadinya mau beli kecap botol kecil... jadi beli botol besar gara2 lebih murah... ujung2nya basi gara2 nggak habis karena dipakai sendiri (pengalaman pribadi). (Cara saya jadinya benar2 disesuaikan dengan kebutuhan penggunaan, pertimbangkan mana yang lebih hemat kedepannya... tidak selamanya lebih besar lebih murah berarti lebih hemat, karena bisa jadi itu justru memaksa kita mengkonsumsi lebih dari kebutuhan.)
5. Diskon - ini paling klise tapi masih memiliki dampak... orang lebih tergiur melihat 200rb 150rb dibanding melihat 150rb saja... (Saya pribadi menanggapi ini, kalau produknya bersifat tidak butuh-butuh amat... Saya bukan berhemat 50rb, tapi uang kas saya akan berkurang 150rb. Sementara kalau saya nggak belanja, saya bisa menyimpan 150rb untuk keperluan lain.)

Intinya adalah strategi promosi itu ciptaan manusia... jadi jangan sampai kita sebagai manusia dikendalikan oleh ciptaan manusia...
Bijaksanalah dalam berbelanja karena dari situ kita belajar mengendalikan nafsu.
Semoga informasi yg aku bagikan dapat bermanfaat dan menjadikan kita semakin bijaksana dalam berbelanja

Mungkin Kamu Menyukai Lainnya

0 comments: